MENGENAL LEBIH DALAM TENTANG
PENDIDIKAN INKLUSI
( Pendidikan Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus )
Disusun
Oleh :
WARSITO
,S.Pd
Kepala
Sekolah Dasar Negeri 01 Kragan
Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar
Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang
baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi,
diantaranya adalah pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang
dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan
siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu
jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya
pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan
pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya
memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi
kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan
perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana akan menjadi bagian dari
keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya
diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial
anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada
institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan
pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara
hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe
pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak.
Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang
ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang
memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler
tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu
pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam
berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam
belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
Landasan Hukum
1. Landasan
Spiritual
a. Surat An Nisa ayat 9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
b. Surat Az Zuhruf ayat 32
“Allah telah menentukan diantara manusia penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Allah telah meninggikan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat saling mengambil manfaat(membutuhkan)”.
a. Surat An Nisa ayat 9
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Maka hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
b. Surat Az Zuhruf ayat 32
“Allah telah menentukan diantara manusia penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Allah telah meninggikan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat saling mengambil manfaat(membutuhkan)”.
2. Landasan
Yuridis
a. Konvensi PBB
tentang Hak anak tahun 1989.
b. Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
c. Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
d. UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
e. UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
f. PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
g. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
Kalau kita cermati lebih teliti, landasa spiritual maupun landasan yuridis tersebut telah memberikan dasar hukum yang jelas tentang bagaiman penyelenggaraan pendidikan inklusi yang memang merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.
b. Deklarasi Pendidikan untuk Semua di Thailand tahun 1990.
c. Kesepakatan Salamanka tentang Pendidikan inklusi tahun 1994.
d. UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
e. UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
f. PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
g. Deklarasi Bandung tentang Menuju Pendidikan Inklusi tahun 2004.
Kalau kita cermati lebih teliti, landasa spiritual maupun landasan yuridis tersebut telah memberikan dasar hukum yang jelas tentang bagaiman penyelenggaraan pendidikan inklusi yang memang merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi.
3. Implementasi
Di Lapangan
Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara
formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan
dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak
termasuk penyandang cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah
pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat
1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan
bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997
tentang penyandang cacat).
Disamping pendidikan atau sekolah reguler,
pemerintah dan badan-badan swasta menyelenggarakan pendidikan atau sekolah
khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk melayani beberapa
jenis kecacatan. Tidak seperti sekolah reguler yang tersebar luas baik di
daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar berlokasi
di perkotaan dan sebagian kecil sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang
cacat anak untuk menjangkau SLB atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan
biaya cukup tinggi yang tidak terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan.
Ini pula masalah yang dapat diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi,
di samping memecahkan masalah golongan penyandang cacat yang merata karena
diskriminasi sosial, karena dari sejak dini tidak bersama, berorientasi dengan
yang lain.
4. Kendala / Kelemahan
Minimnya sarana penunjang sistem pendidikan inklusi, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan inklusi belum benar – benar dipersiapkan dengan baik. Apalagi sistem kurikulum pendidikan umum yang ada sekarang memang belum mengakomodasi keberadaan anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel). Sehingga sepertinya program pendidikan inklusi hanya terkesan program eksperimental.
Kondisi ini jelas menambah beban tugas yang
harus diemban para guru yang berhadapan langsung dengan persoalan teknis di
lapangan. Di satu sisi para guru harus berjuang keras memenuhi tuntutan hati
nuraninya untuk mencerdaskan seluruh siswanya, sementara di sisi lain para guru
tidak memiliki ketrampilan yang cukup untuk menyampaikan materi pelajaran kepada
siswa yang difabel. Alih – alih situasi kelas yang seperti ini bukannya
menciptakan sistem belajar yang inklusi, justeru menciptakan kondisi
eksklusifisme bagi siswa difabel dalam lingkungan kelas reguler. Jelas ini
menjadi dilema tersendiri bagi para guru yang di dalam kelasnya ada siswa
difabel.
5. Solusi
Jika pemerintah memang serius dalam melaksanakan program pendidikan inklusi, maka yang harus dilakukan adalah dengan menjalankan tahapan – tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi secara konsisten mulai dari sosialisasi hingga evaluasi pelaksanaannya. Namun yang lebih penting dan secara langsung dapat dilakukan oleh para guru untuk mewujudkan pendidikan inklusi adalah dengan menciptakan suasana belajar yang saling mempertumbuhkan (cooperative learning). Cooperative Learning akan mengajarkan para siswa untuk dapat saling memahami (mutual understanding) kekurangan masing – masing temannya dan peduli (care) terhadap kelemahan yang dimiliki teman sekelasnya. Dengan demikian maka sistem belajar ini akan menggeser sistem belajar persaingan (competitive learning) yang selama ini diterapkan di dunia pendidikan kita. Dalam waktu yang bersamaan competitive learning dapat menjadi solusi efektif bagi persoalan yang dihadapi oleh para guru dalam menjalankan pendidikan inklusi. Pada akhirnya suasana belajar cooperative ini diharapkan bukan hanya menciptakan kecerdasan otak secara individual, namun juga mengasah kecerdasan dan kepekaan sosial para siswa.
6. Hasil
Pendidikan Inklusi
Menurut Staub dan Peck (1994/1995) ada lima manfaat atau kelebihan program inklusi yaitu:
1. Berdasarkan hasil wawancara dengan anak non ABK di sekolah menengah, hilangnya rasa takut pada anak berkebutuhan khusus akibat sering berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus.
2. Anak non ABK menjadi semakin toleran pada orang lain setelah memahami kebutuhan individu teman ABK.
3. Banyak anak non ABK yang mengakui peningkatan selfesteem sebagai akibat pergaulannya dengan ABK, yaitu dapat meningkatkan status mereka di kelas dan di sekolah.
4. Anak non ABK mengalami perkembangan dan komitmen pada moral pribadi dan prinsip-prinsip etika
5. Anak non ABK yang tidak menolak ABK mengatakan bahwa mereka merasa bahagia bersahabat dengan ABK
Dengan demikian orang tua murid tidak lagi khawatir bahwa pendidikan inklusi dapat merugikan pendidikan anaknya justru malah akan menguntungkan. Semoga Bermanfaat .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar