Rabu, 01 April 2015

memimpin lembaga dengan OLPOSAN


MEMIMPIN LEMBAGA DENGAN OPLOSAN
Warsito,Kepala SDN 02 Selokaton Kec.Gondangrejo Kab.Karanganyar

                      
Dalam suatu lembaga pasti selalu menetapkan apa yang dinamakan visi dan misi lembaga tersebut. Dimana visi adalah suatu gambaran kedepan yang akan dicapai dari suatu lembaga tersebut sedangkan  misi adalah suatu langkah-langkah yang akan dilakukan dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Visi dan misi suatu lembaga sering tertulis jelas pada papan-papan, dinding-dinding strategis pada lembaga tersebut dan juga pada program-program yang dibuat pada lembaga tersebut baik pada program kerja lembaga, program tahunan , dan bahkan pada  program-program yang lain. Visi pada setiap lembaga hampir semua terbaca indah dan mengesankan, namun apakah output dari lembaga tersebut sudah sesuai dengan visi yang telah ditetapkan.
Diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai kompetensi yang benar-benar cakap dibidangnya. Namun  bila terjadi pada suatu lembaga kebetulan dipimpin seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan namun sang pemimpin memimpin pada lembaga yang bukan pada bidang keahliannya, apa yang harus dilakukannya ? Kekurang berhasilan suatu lembaga pendidikan dalam menjalankan program salah satunya adalah pimpinan lembaga kurang memahami dan kurang mendapat penguatan kompetensi dalam mengelola suatu lembaga pendidikan. Maka dalam hal ini penulis  menulis OPLOSAN yang dapat membantu para pemimpin lembaga dalam membawa lembaga yang dipimpinnya mewujudkan visi dan misinya. Lalu apa itu Oplosan ? Bagaimana seorang pemimpin dapat membawa lembaga yang dipimpinnya mencapai visi dan misinya dengan oplosan ?
Membaca atau mendengar kata OPLOSAN yang ada dipikiran kita adalah bahwa itu adalah sebuah judul lagu atau bahkan jenis ramuan minuman beralkohol ( minuman keras ) yang telah banyak memakan korban meninggal dunia. Namun OPLOSAN yang penulis maksud disini bukan keduanya yang telah disebut di atas. Mari kita simak dan kita nikmati OPLOSAN bersama-sama. Oplosan yang penulis maksud adalah:

OPLOSAN : Organizing (pengorganisasian) ; Planing  (perencanaan) ; Learning Organization ( Organisasi belajar ) ; orientation authentic assessment ( Orientasi Penilaian Otentik ); Saintifik ( Ilmiah ) ; analysis ( Analisis ); Norm ( Norma).

Dari uraian di atas akan penulis uraikan satu persatu tentang arti dan bagaimana penerapannya pada perencanaan dan pelaksanaan sebuah program agar berhasil sesuai dengan tujuan.

A. Organizing (pengorganisasian)

            Pengorganisasian berasal dari kata organism (organisme) yang merupakan sebuah aktifitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan. Dalam hal ini juga merupakan sebuah proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktifitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang - orang pada setiap aktifitas, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktifitas-aktifitas tersebut. Secara umum pengorganisasian dapat diartikan sebagai suatu langkah untuk merancang struktur formal, menetapkan, menggolongkan dan mengatur bebagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok, wewenang dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi dengan efisien.
            Secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur, yaitu ada orang, ada kerjasama, dan ada tujuan bersama. Tiga unsur organisasi itu tidak berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi saling kait atau saling berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Dalam hal ini seorang pemimpin lembaga ( kepala sekolah ) dituntut untuk dapat dan mahir dalam menentukan dan merancang struktur organisasi yang merupakan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukkan, tugas wewenang dan tanggungjawab yang berbeda-beda dalam suatu satuan kerja. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi, atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran(ukuran) satuan kerja.
            Suatu kekuatan yang sangat diperlukan pimpinan lembaga ( kepala sekolah ) disini adalah sejauh mana dia dapat menyatukan arah, tujuan, semangat, motivasi, dan komitmen para tenaga yang ada dalam berjuang mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dan itu ditunjukan dalam bentuk pengorgaisasian yang telah disusunnya dan terjadi koordiansi dan kerja sama yang baik antara satuan-satuan kerja di lembaga yang dipimpinnya.
B. Planing  (perencanaan)
            Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut Pada dasarnya yang dimaksud dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa ( what ) siapa ( Who ) kapan (When) dimana ( When ) mengapa ( why ) dan bagaimana ( How ) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
Untuk itu diperlukan perencanaan Strategis ( Strategic Planning ).  Perencanaan Strategis ( Strategic Planning)  adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan. Maka untuk dapat menyusun suatu perencanaan strategis yang baik diperlukan unsur-unsur yang harus diterapkan dalam peyusunan suatu perencanaan yang diantaranya adalah :
1.  Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.
C. Learning Organization ( Organisasi belajar )
Beardwell dan Holden (2001) mendefinisikan organisasi belajar sebagai suatu organisasi yang memfasilitasikan pembelajaran bagi seluruh anggotanya dan mentransformasikan secara sadar dalam konteks organisasi.
Sedangkan Karakteristik organisasi belajar memiliki unsur-unsur yang berbeda dengan organisasi tradisional seperti di bawah ini:
Karakteristik Organisasi Belajar
Karakteristik
Organisasi Tradisional
Organisasi Belajar
Siapa yang belajar?
Para manajer/pegawai yang ditunjuk
Seluruh manajer/pegawai dari semua unit kerja
Siapa yang mengajar?

Pelatih atau nara sumber dari luar
Atasan langsung, pelatih dan nara sumber
Siapa yang ber- tanggungjawab ?
Departemen Diklat

Setiap manajer/pegawai

Piranti belajar yang digunakan?
Kursus, magang, pelatihan formal, bimbingan, rencana pelatihan
Kursus, magang, rencana belajar, tim, mitra kerja, ukuran kinerja, refleksi pribadi
Kapan belajar?
Ketika dibutuhkan, saat orientasi atau sesuai kebutuhan
Sepanjang hayat, untuk jangka panjang

Kompetensi apa yang dipelajari?
Teknik

Teknis dan manajerial, hubungan pribadi, bagaimana belajar
Dimana belajar?

Ruang kelas, tempat kerja

Ruang rapat, saat melakukan pekerjaan, di mana saja
Waktu?
Untuk saat ini sesuai kebutuhan
Untuk masa yang akan datang

Motivasi?
Ekstrinsik dan terpaksa
Intrinsik dan semangat
Sumber: Braham, 2003
Peran dan tanggungjawab pemimpin menjadi kunci keberhasilan bagi implementasi organisasi belajar dalam meningkatkan kinerja manajemen.
Organisasi belajar dan pengembangan yang diimplementasikan secara terpadu dapat memberikan manfaat yang besar bagi organisasi dan pegawai sebagai berikut:
Manfaat Organisasi Belajar dan Pengembangan
Manfaat Bagi Organisasi
Manfaat Bagi Pegawai
Lingkungan kerja kondusif
Lingkungan dinamis dan proaktif
Karyawan yang kompeten
Belajar seumur hidup
Komitmen pegawai
Kepuasan kerja
Sinergi
Partisipasi lebih besar
Mencapai sasaran dan target
Kesempatan yang sama
Meningkatkan produktivitas dan kinerja
Perbaikan kepercayaan diri
Pertumbuhan berkelanjutan
Kompensasi dan imbalan lebih besar
Perbaikan rencana suksesi dan karir
Semangat kewirausahaan
Meningkatkan kapabilitas organisasi
Perbaruan organisasi dan kesiapan bersaing
Kesiapan pengembangan
Mengatasi depresi pegawai
Sumber: Gilley & Maycunich, 2000,
D. Orientation authentic assessment ( Orientasi Penilaian Otentik )
 Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar.
Tujuan penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: 1) menilai kemampuan individu melalui tugas tertentu, 2) menentukan kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa, 4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, 5) menentukan strategi pembelajaran, 6) akuntabilitas lembaga, dan 7) meningkatkan kualitas pendidikan (Depdiknas. (2007).
Pada pelaksanaannya penilaian otentik ini dapat menggunakan berbagai jenis penilaian diantaranya adalah: 1) tes standar prestasi, 2) tes buatan guru, 3) catatan kegiatan, 4) catatan anekdot, 5) skala sikap, 6) catatan tindakan, 7) konsep pekerjaan, 8) tugas individu, 9) tugas kelompok atau kelas, 10) diskusi, 11) wawancara, 12) catatan pengamatan, 13) peta perilaku, 14) portofolio, 15) kuesioner, dan 16) pengukuran sosiometri.
E. Saintifik ( Ilmiah )
Pendekatan saintifik (scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.
Pertama: Pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
Kedua: Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.

F. analysis ( Analisis )
Pada dasarnya analisis merupakan kelanjutan dari proses evaluasi dari suatu kegiatan pembelajaran. Untuk hasil dari suatu kegiatan evaluasi harus dapat memberi informasi tentang:
  1. Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
  2. Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi pelajar.
  3. Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam evaluasi dan belajar.
  4. Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
  5. Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
  6. Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
  7. Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
Analisis adalah merangkum sejumlah data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Hal ini adalah suatu langkah/aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir maknanya.
Tindak lanjut remedial dan pengayaan dilakukan atas dasar analisis hasil evaluasi perorangan. Pendidik juga perlu melakukan analisis pencapaian kompetensi kelas, dan menemukan sebab-sebab yang mempengaruhi ketidaktercapaian ketuntasan minimal yang telah ditetapkan. Misalnya, kurangnya jam belajar yang tersedia, kurangnya sarana prasarana, suasana belajar yang kurang kondusif dan sebagainya yang bisa  ditindaklanjuti dengan kebijakan sekolah maupun pemerintah daerah.

G. Norm ( Norma)

Norma adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan tindakan manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah. Norma yang berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima, yaitu (1) norma agama, (2) norma susila, (3) norma kesopanan, (4) norma kebiasan, dan (5) norma hukum, disamping adanya norma-norma lainnya.
Ada hubungan yang erat antara nilai dan norma. Norma yang ada dalam masyarakat merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut. Jika nilai adalah sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan oleh masyarakat, norma merupakan aturan bertindak atau berbuat yang dibenarkan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.. Oleh karena norma sosial merupakan ukuran untuk berperilaku agar individu dapat menyesuaikan diri dengan norma yang telah di sepakati, maka diperlukan adanya sanksi bagi individu yang melanggar norma.
Dalam masyarakat dikenal beberapa norma yang mengatur pola perilaku setiap individu, yaitu sebagai berikut.
1.      Norma tidak tertulis (informal) adalah norma yang dilakukan masyarakat dan telah melembaga, lambat laun akan berupa peraturan tertulis walaupun sifatnya tidak baku dan bergantung pada kebutuhan saat itu di masyarakat.
2.      Norma tertulis (formal) adalah norma yang biasanya dalam bentuk peraturan atau hukum yang telah dibakukan dan berlaku di masyarakat. Norma ini disebut juga peraturan atau hukum.
Jika dikaitkan dengan kekuatan mengikatnya, norma kesopanan dapat dikategorikan ke dalam cara dan kebiasaan. Adapun norma kesusilaan dapat dikategorikan ke dalam tata kelakuan. Norma hukum tertulis adalah undang-undang yang dibuat sengaja oleh lembaga pembuat undang-undang. Adapun yang tidak tertulis dapat dikategorikan ke dalam adat istiadat. Di antara kelima norma tersebut yang paling tegas sanksinya adalah pelanggaran terhadap norma hukum. Untuk hal ini,maka dalam memimpin suatu lembaga seorang pemimpin dituntut untuk dapat menjadi suri teladan dalam berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dan dapat mengkondisikan suasana lembaganya berjalan sesuai norma yang berlaku. Semoga membawa manfaat .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar