MEMIMPIN LEMBAGA DENGAN OPLOSAN
Warsito,Kepala SDN
02 Selokaton Kec.Gondangrejo Kab.Karanganyar
Dalam suatu lembaga pasti selalu menetapkan apa yang
dinamakan visi dan misi lembaga tersebut. Dimana visi adalah suatu gambaran
kedepan yang akan dicapai dari suatu lembaga tersebut sedangkan misi adalah suatu langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Visi dan misi suatu
lembaga sering tertulis jelas pada papan-papan, dinding-dinding strategis pada
lembaga tersebut dan juga pada program-program yang dibuat pada lembaga
tersebut baik pada program kerja lembaga, program tahunan , dan bahkan pada program-program yang lain. Visi pada setiap
lembaga hampir semua terbaca indah dan mengesankan, namun apakah output dari
lembaga tersebut sudah sesuai dengan visi yang telah ditetapkan.
Diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai
kompetensi yang benar-benar cakap dibidangnya. Namun bila terjadi pada suatu lembaga kebetulan
dipimpin seorang yang mempunyai jiwa kepemimpinan namun sang pemimpin memimpin
pada lembaga yang bukan pada bidang keahliannya, apa yang harus dilakukannya ?
Kekurang berhasilan suatu lembaga pendidikan dalam menjalankan program salah
satunya adalah pimpinan lembaga kurang memahami dan kurang mendapat penguatan
kompetensi dalam mengelola suatu lembaga pendidikan. Maka dalam hal ini
penulis menulis OPLOSAN yang dapat
membantu para pemimpin lembaga dalam membawa lembaga yang dipimpinnya
mewujudkan visi dan misinya. Lalu apa itu Oplosan ? Bagaimana seorang pemimpin
dapat membawa lembaga yang dipimpinnya mencapai visi dan misinya dengan oplosan
?
Membaca atau mendengar kata OPLOSAN yang ada
dipikiran kita adalah bahwa itu adalah sebuah judul lagu atau bahkan jenis
ramuan minuman beralkohol ( minuman keras ) yang telah banyak memakan korban
meninggal dunia. Namun OPLOSAN yang penulis maksud disini bukan keduanya yang
telah disebut di atas. Mari kita simak dan kita nikmati OPLOSAN bersama-sama.
Oplosan yang penulis maksud adalah:
OPLOSAN : Organizing (pengorganisasian) ; Planing (perencanaan) ; Learning Organization ( Organisasi belajar ) ; orientation authentic assessment ( Orientasi Penilaian Otentik ); Saintifik ( Ilmiah ) ; analysis ( Analisis ); Norm ( Norma).
Dari uraian di atas akan penulis uraikan satu persatu tentang arti dan bagaimana penerapannya pada perencanaan dan pelaksanaan sebuah program agar berhasil sesuai dengan tujuan.
A. Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian berasal dari kata
organism (organisme) yang merupakan
sebuah aktifitas dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan
mereka satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan. Dalam hal ini juga merupakan sebuah proses
penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktifitas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan orang - orang pada setiap
aktifitas, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang
secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan
aktifitas-aktifitas tersebut. Secara umum pengorganisasian dapat diartikan
sebagai suatu langkah
untuk merancang struktur formal, menetapkan, menggolongkan dan mengatur bebagai
macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok, wewenang dan pendelegasian
wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi
dengan efisien.
Secara sederhana
organisasi memiliki tiga unsur, yaitu ada orang, ada kerjasama, dan ada tujuan
bersama. Tiga unsur organisasi itu tidak berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi
saling kait atau saling berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang
utuh.
Dalam hal ini seorang pemimpin lembaga ( kepala
sekolah ) dituntut untuk dapat dan mahir dalam menentukan dan merancang
struktur organisasi yang merupakan perwujudan
pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau
posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukkan, tugas wewenang dan
tanggungjawab yang berbeda-beda dalam suatu satuan kerja. Struktur ini
mengandung unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi,
atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran(ukuran) satuan kerja.
Suatu kekuatan yang sangat
diperlukan pimpinan lembaga ( kepala sekolah ) disini adalah sejauh mana dia
dapat menyatukan arah, tujuan, semangat, motivasi, dan komitmen para tenaga
yang ada dalam berjuang mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Dan itu
ditunjukan dalam bentuk pengorgaisasian yang telah disusunnya dan terjadi
koordiansi dan kerja sama yang baik antara satuan-satuan kerja di lembaga yang
dipimpinnya.
B. Planing
(perencanaan)
Perencanaan
tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut Pada dasarnya yang dimaksud
dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa ( what
) siapa ( Who ) kapan (When) dimana ( When ) mengapa ( why ) dan bagaimana (
How ) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan
pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan,
kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
Untuk
itu diperlukan perencanaan Strategis ( Strategic Planning ). Perencanaan Strategis ( Strategic
Planning) adalah sebuah alat
manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah
petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka
bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan. Maka untuk dapat menyusun suatu
perencanaan strategis yang baik diperlukan unsur-unsur yang harus diterapkan
dalam peyusunan suatu perencanaan yang diantaranya adalah :
1.
Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya
tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana
tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan
tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan
melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana
cara melaksanakan tindakan tersebut.
C. Learning Organization (
Organisasi belajar )
Beardwell dan Holden (2001) mendefinisikan organisasi
belajar sebagai suatu organisasi yang memfasilitasikan pembelajaran bagi
seluruh anggotanya dan mentransformasikan secara sadar dalam konteks
organisasi.
Sedangkan Karakteristik organisasi belajar
memiliki unsur-unsur yang berbeda dengan organisasi tradisional seperti di
bawah ini:
Karakteristik Organisasi Belajar
Karakteristik
|
Organisasi Tradisional
|
Organisasi Belajar
|
Siapa yang
belajar?
|
Para
manajer/pegawai yang ditunjuk
|
Seluruh
manajer/pegawai dari semua unit kerja
|
Siapa yang
mengajar?
|
Pelatih atau
nara sumber dari luar
|
Atasan
langsung, pelatih dan nara sumber
|
Siapa yang
ber- tanggungjawab ?
|
Departemen
Diklat
|
Setiap
manajer/pegawai
|
Piranti
belajar yang digunakan?
|
Kursus,
magang, pelatihan formal, bimbingan, rencana pelatihan
|
Kursus,
magang, rencana belajar, tim, mitra kerja, ukuran kinerja, refleksi pribadi
|
Kapan
belajar?
|
Ketika
dibutuhkan, saat orientasi atau sesuai kebutuhan
|
Sepanjang
hayat, untuk jangka panjang
|
Kompetensi
apa yang dipelajari?
|
Teknik
|
Teknis dan
manajerial, hubungan pribadi, bagaimana belajar
|
Dimana
belajar?
|
Ruang kelas,
tempat kerja
|
Ruang rapat,
saat melakukan pekerjaan, di mana saja
|
Waktu?
|
Untuk saat
ini sesuai kebutuhan
|
Untuk masa
yang akan datang
|
Motivasi?
|
Ekstrinsik
dan terpaksa
|
Intrinsik dan
semangat
|
Sumber: Braham,
2003
Peran dan tanggungjawab pemimpin menjadi kunci keberhasilan bagi
implementasi organisasi belajar dalam meningkatkan kinerja manajemen.
Organisasi belajar dan pengembangan yang diimplementasikan secara terpadu
dapat memberikan manfaat yang besar bagi organisasi dan pegawai sebagai
berikut:
Manfaat
Organisasi Belajar dan Pengembangan
Manfaat Bagi Organisasi
|
Manfaat Bagi Pegawai
|
Lingkungan kerja kondusif
|
Lingkungan dinamis dan proaktif
|
Karyawan yang kompeten
|
Belajar seumur hidup
|
Komitmen pegawai
|
Kepuasan kerja
|
Sinergi
|
Partisipasi lebih besar
|
Mencapai sasaran dan target
|
Kesempatan yang sama
|
Meningkatkan produktivitas dan kinerja
|
Perbaikan kepercayaan diri
|
Pertumbuhan berkelanjutan
|
Kompensasi dan imbalan lebih besar
|
Perbaikan rencana suksesi dan karir
|
Semangat kewirausahaan
|
Meningkatkan kapabilitas
organisasi
|
Perbaruan organisasi dan kesiapan bersaing
|
Kesiapan pengembangan
|
Mengatasi depresi pegawai
|
Sumber: Gilley & Maycunich, 2000,
D. Orientation authentic assessment ( Orientasi Penilaian Otentik )
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep
authentic assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar.
Tujuan
penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: 1) menilai kemampuan individu
melalui tugas tertentu, 2) menentukan kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan
mendorong siswa, 4) membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik,
5) menentukan strategi pembelajaran, 6) akuntabilitas lembaga, dan 7)
meningkatkan kualitas pendidikan (Depdiknas. (2007).
Pada
pelaksanaannya penilaian otentik ini dapat menggunakan berbagai jenis penilaian
diantaranya adalah: 1) tes standar prestasi, 2) tes buatan guru, 3) catatan
kegiatan, 4) catatan anekdot, 5) skala sikap, 6) catatan tindakan, 7) konsep
pekerjaan, 8) tugas individu, 9) tugas kelompok atau kelas, 10) diskusi, 11)
wawancara, 12) catatan pengamatan, 13) peta perilaku, 14) portofolio, 15)
kuesioner, dan 16) pengukuran sosiometri.
E. Saintifik ( Ilmiah )
Pendekatan saintifik (scientific) disebut
juga sebagai pendekatan ilmiah. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk
dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada
bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya
memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen,
mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji
hipotesis.
Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi
pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti
berikut ini.
Pertama: Pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Mendorong dan menginspirasi
peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan
tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
Kedua: Proses pembelajaran harus terhindar dari
sifat-sifat atau nilai-nilai nonilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat,
prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
F. analysis
( Analisis )
Pada dasarnya analisis merupakan
kelanjutan dari proses evaluasi dari suatu kegiatan pembelajaran. Untuk hasil
dari suatu kegiatan evaluasi harus dapat memberi informasi tentang:
- Evaluasi memberi arti pada proses belajar dan memberi arah baru pada pelajar.
- Bila tujuan dikaitkan dengan evaluasi maka peran evaluasi begitu penting bagi pelajar.
- Latihan penilaian guru dapat mempengaruhi bagaimana pelajar terlibat dalam evaluasi dan belajar.
- Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan akan lebih mantap bila guru dan murid saling bertukar dan menerima pikiran, perasaan dan pengamatan.
- Kekurangan atau ketidaklengkapan evaluasi dapat mengurangi kemampuan guru dalam melayani muridnya. Sebaliknya evaluasi yang menyeluruh dapat memperkuat kemampuan pelajar untuk menilai dirinya.
- Jika tekanan evaluasi guru diberikan terus menerus terhadap penampilan siswa, pola ketergantungan penghindaran dan kekerasan akan berkembang.
- Kelompok teman sebaya berguna dalam evaluasi.
Analisis adalah merangkum sejumlah data yang masih
mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi juga
merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua
bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data
sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat
dan penuh arti. Hal ini adalah suatu langkah/aktivitas yang memuat sejumlah
kegiatan seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan
kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari kaitannya dan ditaksir
maknanya.
Tindak lanjut remedial dan pengayaan
dilakukan atas dasar analisis hasil evaluasi perorangan. Pendidik juga perlu
melakukan analisis pencapaian kompetensi kelas, dan menemukan sebab-sebab yang
mempengaruhi ketidaktercapaian ketuntasan minimal yang telah ditetapkan.
Misalnya, kurangnya jam belajar yang tersedia, kurangnya sarana prasarana,
suasana belajar yang kurang kondusif dan sebagainya yang bisa ditindaklanjuti dengan kebijakan sekolah
maupun pemerintah daerah.
G. Norm ( Norma)
Norma
adalah tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan tindakan
manusia. Normal juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang
menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah.
Norma yang berlaku dimasyarakat Indonesia ada lima, yaitu (1) norma agama, (2)
norma susila, (3) norma kesopanan, (4) norma kebiasan, dan (5) norma hukum,
disamping adanya norma-norma lainnya.
Ada
hubungan yang erat antara nilai dan norma. Norma yang ada dalam masyarakat
merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Jika nilai adalah sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan oleh
masyarakat, norma merupakan aturan bertindak atau berbuat yang dibenarkan untuk
mewujudkan cita-cita tersebut.. Oleh karena norma sosial merupakan ukuran untuk
berperilaku agar individu dapat menyesuaikan diri dengan norma yang telah di
sepakati, maka diperlukan adanya sanksi bagi individu yang melanggar norma.
Dalam masyarakat
dikenal beberapa norma yang mengatur pola perilaku setiap individu, yaitu
sebagai berikut.
1.
Norma tidak
tertulis (informal) adalah norma yang dilakukan masyarakat dan telah melembaga,
lambat laun akan berupa peraturan tertulis walaupun sifatnya tidak baku dan
bergantung pada kebutuhan saat itu di masyarakat.
2.
Norma tertulis
(formal) adalah norma yang biasanya dalam bentuk peraturan atau hukum yang
telah dibakukan dan berlaku di masyarakat. Norma ini disebut juga peraturan
atau hukum.
Jika dikaitkan dengan kekuatan mengikatnya, norma
kesopanan dapat dikategorikan ke dalam cara dan kebiasaan. Adapun norma
kesusilaan dapat dikategorikan ke dalam tata kelakuan. Norma hukum tertulis
adalah undang-undang yang dibuat sengaja oleh lembaga pembuat undang-undang.
Adapun yang tidak tertulis dapat dikategorikan ke dalam adat istiadat. Di
antara kelima norma tersebut yang paling tegas sanksinya adalah pelanggaran
terhadap norma hukum. Untuk hal ini,maka dalam memimpin suatu lembaga seorang
pemimpin dituntut untuk dapat menjadi suri teladan dalam berperilaku sesuai
dengan norma yang berlaku dan dapat mengkondisikan suasana lembaganya berjalan
sesuai norma yang berlaku. Semoga membawa manfaat .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar