Selasa, 17 Januari 2012

Pendidikan Karater Kunci Keberhasilan Pendidikan



A.               Latar Belakang

Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia telah menunjukkan adanya degradasi atau demoralisasi dalam pembentukan karakter dan kepribadian Pancasila. Degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila sebagai inti atau core values dari pembentukan karakter Pancasila tersebut tidak saja terjadi di kalangan masyarakat awam tetapi juga sudah merambah ke kepribadian para profesional, tokoh masyarakat, para terpelajar, para pendidik, elit politik, bahkan hingga para pemimpin bangsa dan negara. Adalah wajar, bila banyak penilaian masyarakat internasional yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara terkorup di dunia dan birokrasi pemerintahan di Indonesia adalah birokrasi pemerintahan paling buruk kedua di dunia. Belum lagi, banyak fakta lainnya yang menunjukkan bahwa degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila itu telah terjadi dari tingkat akar rumput hingga para pemimpin bangsa.
Kasus narkoba yang makin subur, pertikaian bersenjata antar kelompok massa yang menjadi tontonan di televisi, kekerasan terhadap anak dan perempuan, pornografi dan pornoaksi yang makin vulgar ditunjukkan oleh kalangan muda hingga elit politik, hubungan seks bebas yang makin menjangkiti kalangan generasi muda siswa dan mahasiswa, tindakan KKN di mana-mana, kasus mafia hukum dan peradilan, gerakan terorisme oleh salah satu kelompok masyarakat Indonesia sendiri, kasus money politics dalam pemilukada dan pemilu legislatif, pencemaran dan kehancuran lingkungan ekologis, kompetisi antar kepentingan yang makin tajam dan tidak fair pameran kekayaan yang makin tajam antara kelompok kaya dan kelompok miskin, kasus penggusuran kelompok miskin di kota-kota besar, dan sulitnya menumbuhkan kepercayaan terhadap kejujuran masyarakat adalah sedikit contoh kecil dari gunung es degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila telah terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dewasa ini.
Proses degradasi nilai dan moral tersebut telah mengalami proses yang lama hingga memunculkan karakter manusia Indonesia yang cenderung memiliki nilai-nilai yang mengagungkan dan mengukur keberhasilan seseorang dari aspek kebendaan. Sebagai contoh, perilaku korupsi bahkan dikatakan telah membudaya di Indonesia. Jika pembudayaan nilai-nilai menyimpang tersebut pada dasarnya juga adalah hasil proses pendidikan (karena pembudayaan tidak bisa dilepaskan dari pendidikan), maka dapat dikatakan pula bahwa ada yang salah dalamproses pendidikan di negeri ini dalam waktu yang lama sehingga melahirkan generasi masyarakat yang kurang berkarakter Pancasila. Pendidikan di Indonesia ditengarai kurang berbasis pada pendidikan karakter Pancasila, melainkan lebih mendominankan atau menyombongkan pendidikan yang takabur pada keunggulan berpikir logika kognitif belaka . Menurut Mahatma Gandhi pendidikan tanpa basis karakter adalah salah satu dosa yang fatal . Theodore Roosevelt juga pernah menyatakan bahwa: “to educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat) (Russell T. Williams, 2010; Ratna Megawangi, 2010). Krisis yang dialami bangsa Indonesia tidak hanya krisis ekonomi maupun politik, tapi lebih dari itu bangsa kita tengah menghadapi krisis karakter/ jati diri .
Berbagai peristiwa atau kejadian yang sering berlangsung dalam kehidupan sehari-hari yang kita saksikan melalui TV maupun media cetak menunjukan betapa masyarakat kita tengah mengalami degradasi jati diri. Seiring perjalanan waktu moral bangsa terasa semakin amburadul, huru-hara dan kesewenangan terjadi dimanan-mana, tata krama pun hilang, nyawa seperti tak ada harga, korupsi menjadi-jadi bahkan telah dilakukan terang-terangan dan berjamaah (meminjam istilah Taufik Ismail). Berbagai bentuk kerusuhan yang diikuti penjarahan, pembunuhan dan pemerkosaan terjadi di berbagai daerah . Selain dari itu kutuhan dan ketahanan bangsa-pun terancam disintegrasi dengan terjadinya beberapa konflik di berbagai daerah seperti di Aceh, Maluku dan Papua . Masyarakat Indonesia seperti kehilangan prinsip dan nation dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konsep Bhenika Tunggal Ika sudah mulai luntur dari jiwa-jiwa generasi sekarang.
Akan tetapi semua proses yang terjadi saat ini boleh jadi memberikan pendidikan yang berarti bagi masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri. Menurut Sarjono Djatiman, bangsa Indonesia baru dalam proses menjadi Indonesia. Pada masa lalu, para pendiri bangsa ini melakukan proses menjadi Indonesia dimulai dari para elite dengan proses sukarela. Masing-masing menyatakan dirinya lalu mencari unsur-unsur yang bisa dipakai sebagai pangkal tolak nation Indonesia. Nation Indonesia dibangun atas dasar prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Inilah yang menjadi harapan pendiri bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jati diri. Jika Pendiri bangsa ini (the founding fathers) masih sempat menyaksikan kondisi bangsa saat ini tentu mereka akan sangat sedih dan menyesal. Bangsa Indonesia yang merdeka dengan mengorbankan segenap harta, jiwa dan raga harus menjadi bangsa yang tidak memiliki karakter (izzah), dan kehilangan prinsip kebangsaan. Rentetannya peristiwa kerusuhan yang diikuti berbagai gejolak yang terjadi (khususnya di Aceh, Papua, Sulawesi Selatan) akhir-akhir ini, merupakan fenomena yang dikhawatirkan akan mengarah pada disintegrasi bangsa. Terjadinya fenomena ini disebabkan karena masyarakat Indonesia sedang mengalami Crisis Nation Character .
Krisis karakter yang dialami bangsa saat ini disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga terbentuk budaya/ kebiasaan. Budaya inilah yang telah menginternal dalam sanubari masyarakat Indonesia dan menjadi karakter bangsa. Karakter bangsa Indonesia ditentukan oleh ciri manusia Indonesia itu sendiri, Sejarah telah mencatat bahwa bangsa Indonesia dijajah lebih dari 3 abad, dampak dari penjajahan tersebut boleh jadi telah membentuk karakter tersendiri bagi masyarakat Indonesia, yaitu karakter masyarakat terjajah. . Karakter yang merupakan warisan penjajah dan dijadikan budaya bagi masyarakat Indonesia sebagaimana Mochtar Lubis mengumukakan ciri manusia Indonesia yang antara lain: 1) munafik, 2) segan dan enggan bertanggung jawab, 3) berjiwa feodal, 4) percaya tahayul, 5) artistik, 6) berwatak lemah (cengeng), 7) tidak hemat, 8) kurang gigih, serta 9) tidak terbiasa bekerja keras. Pernyataan itu tidaklah sepenuhnya dapat kita benarkan karena sejarah juga mencatat pengorbanan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannnya, itu menunjukan tingkat nasionalisme yang tinggi yang dimiliki masyarakat Indonesia waktu itu.                 Namun jujur kita mengakui bahwa ciri yang di kemukakan diatas merupakan kecendrungan umum dari masyarakat Indonesia saat ini. Terlepas dari itu semua apakah mentalitas bangsa merupakan warisan penjajah feodal atau justru merupakan kegagalan pendidikan Indonesia dalam membentk karakternya. Pendidikan seharusnya menjadi media ”perbaikan” sekaligus ”pembentukan” karakter masyarakat Indonesia sesungguhnya. Lalu, apa yang telah dilakukan pendidikan selama ini .
Jelaslah bahwa pendidikan karakter itu sangat penting dan mendesak dikembangkan dan dilaksanakan di Indonesia Bila diperhatikan dengan cermat, konstitusi Indonesia telah mengamanatkan pentingnya pendidikan karakter, seperti bunyi pasal 31 ayat 3 yaitu “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”. Untuk menjalankan amanah itu maka UUNo. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab. satu pilar yang harus menjalankan pendidikan karakter adalah perguruan tinggi Lembaga Pendidikan Tinggi atau Perguruan Tinggi harus ikut mengambil peran ikut bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan pendidikan karakter bangsa berbasis Pancasila dalam rangka memajukan keberadaban bangsa.
Sesuai dengan visi Kementerian Pendidikan Nasional yang tertuang dalamKerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) IV (2003-2010), maka pendidikan tinggi di Indonesia diarahkan untuk mampu membentuk insan yang berkarakter dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa. Kebijakan dasar untuk mencapai visi tersebut adalah adanya kesadaran bahwa daya saing bangsa hanya dapat dicapai dalam bingkai karakter bangsa dan peradaban yang kuat. Pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dan titik kulminasi proses pendidikan dalam jenjang pendidikan formal jelas memiliki peran dan tanggung jawab dalam memantapkan pembinaan karakter bangsa yang telah dibangun dan dikembangkan sejak pendidikan dasar. Untuk itu pendidikan tinggi memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan sarjana yang memiliki pengetahuan yang kuat, memahami bagaimana menjadi warganegara yang baik dan mampu memimpin kehidupan yang bermakna (Brodjonegoro, S. S., 2003). Salah satu sarana untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah pada kegiatan pembelajaran di kelas, dengan menjadikannya sebagai satu mata kuliah tersendiri. Dalam menjalankan pendidikan karakter banyaknya perilaku atau nilai yang dikembangkan bukanlah yang penting, tetapi yang lebih penting adalah terjadinya pembiasaan yang dapat dilakukan yang pada akhirnya akan membentuk karakter yang kuat bagi siswa .

B.                 Focus Penelitian  .
Ruang lingkup penelitian ini ialah tentang :
1.      Bagaimana merubah tingkah laku  menuju pada pembentukan karakter bangsa .
2.      Seberapa peran program pembiasaan dapat memberi kontribusi dalam pembentukan karakter bangsa .
3.      Indikator apa saja yang mendapat porsi banyak dalam pembentukan karakter melalui program pembiasaan .
4.      Pembiasaan apa yang paling banyak member kontribusi dalam pembentukan karakter bangsa terhadap siswa SD Negeri 01 Kragan
5.      Adakah dampak lain dari pemberlakuan program pembiasaan pada perubahan perilaku siswa sebelum pemberlakuan program pembiasaan dan setelah pemberlakuan program pembiasaan.
6.      Seberapa besar dukungan dari warga sekolah dan lingkungan  dari pemberlakuan program pembisaan ini .
7.      Kompetensi apa saj yang dibutuhkan oleh guru dalm mendukung pelaksanaan program pembiasaan dalam rangka pembentukan karakter bangsa .

C.                 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas , maka peneliti menyusun beberapa tujuan dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui hakekat pendidikan budaya dan karakter bangsa .
2.      Untuk mendapatkan gambaran tentang cara yang efektif pengimplementasian pendidikan karakter pada anak sekolah dasar .
3.      Untuk mengetahui kondisi riel lapangan tentang karakter siswa SD Negeri 01 Kragan Kec. Gondangrejo Kab. Karanganyar .
4.      Memahami pendidikan karakter dalam implementasidi pendidikan dasar .
5.      Untuk mengetahui Faktor – factor apa yang mempengaruhi upaya pembentukan karakter bangsa pada siswa SD Negeri 01 Kragan Kecamatan Gondangrejo .
6.      Mendapatkan  ilustrasi lain tentang metode atau cara penanaman pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar . 
7.      Memberi bekal kompetensi bagi guru selaku suri teladan bagi siswa dalam pembentukan karakter bangsa .
D.                 Manfaat Penelitian .
Dari hasil penelitian ini peneliti berharap akan membawa manfaat sebagai berikut :
1.      Manfaat secara teoritis
a.       Sebagai suatu karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharpkan dapat kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya dunia pendidikan .
b.      Menambah wawasan dan pemahaman khusunya tentang pendidikan karakter bangsa pada siswa sekolah dasar .
c.       Dapat digunakan sebagai acuan pada suatu kegiatan penelitian yang sejenis pada waktu dan lembaga yang berbeda .
2.      Manfaat secara praktis .
a.       Penelitian ini dapat memberi manfaat bagi dunia pendidikan tentang pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar .
b.      Memberi gambaran yang jelas tentang implementasi pendidikan karakter yang dpat diterapkan pada siswa sekolah dasar .
c.       Menberikan sumbangan pada dunia ilmu pengetahuan tentang metode atau strategi penanaman pendidikan karakter khusunya pada siswa sekolah dasar .
d.      Dapat sebagai acuan cara penerapan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan yang lain .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar