A.
Latar Belakang
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia
telah menunjukkan adanya degradasi atau demoralisasi dalam pembentukan karakter
dan kepribadian Pancasila. Degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila sebagai
inti atau core values dari pembentukan karakter Pancasila tersebut tidak saja
terjadi di kalangan masyarakat awam tetapi juga sudah merambah ke kepribadian
para profesional, tokoh masyarakat, para terpelajar, para pendidik, elit
politik, bahkan hingga para pemimpin bangsa dan negara. Adalah wajar, bila
banyak penilaian masyarakat internasional yang menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara terkorup di dunia dan birokrasi pemerintahan di Indonesia adalah
birokrasi pemerintahan paling buruk kedua di dunia. Belum lagi, banyak fakta
lainnya yang menunjukkan bahwa degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila itu
telah terjadi dari tingkat akar rumput hingga para pemimpin bangsa.
Kasus narkoba yang makin subur, pertikaian bersenjata antar
kelompok massa yang menjadi tontonan di televisi, kekerasan terhadap anak dan
perempuan, pornografi dan pornoaksi yang makin vulgar ditunjukkan oleh kalangan
muda hingga elit politik, hubungan seks bebas yang makin menjangkiti kalangan
generasi muda siswa dan mahasiswa, tindakan KKN di mana-mana, kasus mafia hukum
dan peradilan, gerakan terorisme oleh salah satu kelompok masyarakat Indonesia
sendiri, kasus money politics dalam pemilukada dan pemilu legislatif,
pencemaran dan kehancuran lingkungan ekologis, kompetisi antar kepentingan yang
makin tajam dan tidak fair pameran kekayaan yang makin tajam antara kelompok
kaya dan kelompok miskin, kasus penggusuran kelompok miskin di kota-kota besar,
dan sulitnya menumbuhkan kepercayaan terhadap kejujuran masyarakat adalah
sedikit contoh kecil dari gunung es degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila
telah terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia
dewasa ini.
Proses degradasi nilai dan moral tersebut telah
mengalami proses yang lama hingga memunculkan karakter manusia Indonesia yang cenderung
memiliki nilai-nilai yang mengagungkan dan mengukur keberhasilan seseorang dari
aspek kebendaan. Sebagai contoh, perilaku korupsi bahkan dikatakan telah
membudaya di Indonesia. Jika pembudayaan nilai-nilai menyimpang tersebut pada
dasarnya juga adalah hasil proses pendidikan (karena pembudayaan tidak bisa
dilepaskan dari pendidikan), maka dapat dikatakan pula bahwa ada yang salah
dalamproses pendidikan di negeri ini dalam waktu yang lama sehingga melahirkan
generasi masyarakat yang kurang berkarakter Pancasila. Pendidikan di Indonesia
ditengarai kurang berbasis pada pendidikan karakter Pancasila, melainkan lebih
mendominankan atau menyombongkan pendidikan yang takabur pada keunggulan
berpikir logika kognitif belaka . Menurut
Mahatma Gandhi pendidikan tanpa basis karakter adalah salah satu dosa yang
fatal
. Theodore Roosevelt juga
pernah menyatakan bahwa: “to educate a person in mind and not in morals is
to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan
otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)
(Russell T. Williams, 2010; Ratna Megawangi, 2010). Krisis yang dialami
bangsa Indonesia tidak hanya krisis ekonomi maupun politik, tapi lebih dari itu
bangsa kita tengah menghadapi krisis karakter/ jati diri .
Berbagai peristiwa atau
kejadian yang sering berlangsung dalam kehidupan sehari-hari yang kita saksikan
melalui TV maupun media cetak menunjukan betapa masyarakat kita tengah
mengalami degradasi jati diri. Seiring perjalanan waktu moral bangsa terasa semakin
amburadul, huru-hara dan kesewenangan terjadi dimanan-mana, tata krama pun
hilang, nyawa seperti tak ada harga, korupsi menjadi-jadi bahkan telah
dilakukan terang-terangan dan berjamaah (meminjam istilah Taufik Ismail).
Berbagai bentuk kerusuhan yang diikuti penjarahan, pembunuhan dan pemerkosaan
terjadi di berbagai daerah .
Selain dari itu kutuhan dan ketahanan bangsa-pun terancam disintegrasi dengan
terjadinya beberapa konflik di berbagai daerah seperti di Aceh, Maluku dan
Papua .
Masyarakat Indonesia seperti kehilangan prinsip dan nation dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, konsep Bhenika Tunggal Ika sudah mulai
luntur dari jiwa-jiwa generasi sekarang.
Akan tetapi semua proses
yang terjadi saat ini boleh jadi memberikan pendidikan yang berarti bagi
masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri. Menurut Sarjono Djatiman, bangsa
Indonesia baru dalam proses menjadi Indonesia. Pada masa lalu, para pendiri
bangsa ini melakukan proses menjadi Indonesia dimulai dari para elite dengan
proses sukarela. Masing-masing menyatakan dirinya lalu mencari unsur-unsur yang
bisa dipakai sebagai pangkal tolak nation Indonesia. Nation Indonesia
dibangun atas dasar prinsip ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan
keadilan. Inilah yang menjadi harapan pendiri bangsa untuk menjadikan Indonesia
sebagai bangsa yang memiliki jati diri. Jika Pendiri bangsa ini (the
founding fathers) masih sempat menyaksikan kondisi bangsa saat ini tentu
mereka akan sangat sedih dan menyesal. Bangsa Indonesia yang merdeka dengan
mengorbankan segenap harta, jiwa dan raga harus menjadi bangsa yang tidak
memiliki karakter (izzah), dan kehilangan prinsip kebangsaan. Rentetannya
peristiwa kerusuhan yang diikuti berbagai gejolak yang terjadi (khususnya di
Aceh, Papua, Sulawesi Selatan) akhir-akhir ini, merupakan fenomena yang
dikhawatirkan akan mengarah pada disintegrasi bangsa. Terjadinya
fenomena ini disebabkan karena masyarakat Indonesia sedang mengalami Crisis
Nation Character .
Krisis karakter yang dialami bangsa saat ini
disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat yang terjadi secara kolektif
sehingga terbentuk budaya/ kebiasaan. Budaya inilah yang telah menginternal
dalam sanubari masyarakat Indonesia dan menjadi karakter bangsa. Karakter
bangsa Indonesia ditentukan oleh ciri manusia Indonesia itu sendiri, Sejarah
telah mencatat bahwa bangsa Indonesia dijajah lebih dari 3 abad, dampak dari
penjajahan tersebut boleh jadi telah membentuk karakter tersendiri bagi
masyarakat Indonesia, yaitu karakter masyarakat terjajah. . Karakter yang
merupakan warisan penjajah dan dijadikan budaya bagi masyarakat Indonesia
sebagaimana Mochtar Lubis mengumukakan ciri manusia Indonesia yang antara lain:
1) munafik, 2) segan dan enggan bertanggung jawab, 3) berjiwa feodal, 4)
percaya tahayul, 5) artistik, 6) berwatak lemah (cengeng), 7) tidak hemat, 8)
kurang gigih, serta 9) tidak terbiasa bekerja keras. Pernyataan itu tidaklah
sepenuhnya dapat kita benarkan karena sejarah juga mencatat pengorbanan bangsa
Indonesia dalam merebut kemerdekaannnya, itu menunjukan tingkat nasionalisme
yang tinggi yang dimiliki masyarakat Indonesia waktu itu. Namun jujur kita mengakui bahwa
ciri yang di kemukakan diatas merupakan kecendrungan umum dari masyarakat
Indonesia saat ini. Terlepas dari itu semua apakah mentalitas bangsa merupakan
warisan penjajah feodal atau justru merupakan kegagalan pendidikan Indonesia
dalam membentk karakternya. Pendidikan seharusnya menjadi media ”perbaikan”
sekaligus ”pembentukan” karakter masyarakat Indonesia sesungguhnya. Lalu, apa
yang telah dilakukan pendidikan selama ini .
Jelaslah bahwa pendidikan karakter itu sangat
penting dan mendesak dikembangkan dan dilaksanakan di Indonesia Bila
diperhatikan dengan cermat, konstitusi Indonesia telah mengamanatkan pentingnya
pendidikan karakter, seperti bunyi pasal 31 ayat 3 yaitu “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”. Untuk menjalankan
amanah itu maka UUNo. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menetapkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis dan bertanggungjawab. satu pilar yang harus menjalankan pendidikan
karakter adalah perguruan tinggi Lembaga Pendidikan Tinggi atau Perguruan
Tinggi harus ikut mengambil peran ikut bertanggung jawab untuk mengembangkan
dan melaksanakan pendidikan karakter bangsa berbasis Pancasila dalam rangka
memajukan keberadaban bangsa.
Sesuai dengan visi Kementerian Pendidikan Nasional
yang tertuang dalamKerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang
(KPPT-JP) IV (2003-2010), maka pendidikan tinggi di Indonesia diarahkan untuk
mampu membentuk insan yang berkarakter dalam rangka meningkatkan daya saing
bangsa. Kebijakan dasar untuk mencapai visi tersebut adalah adanya kesadaran
bahwa daya saing bangsa hanya dapat dicapai dalam bingkai karakter bangsa dan
peradaban yang kuat. Pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dan titik kulminasi
proses pendidikan dalam jenjang pendidikan formal jelas memiliki peran dan
tanggung jawab dalam memantapkan pembinaan karakter bangsa yang telah dibangun
dan dikembangkan sejak pendidikan dasar. Untuk itu pendidikan tinggi memiliki
tanggung jawab untuk menghasilkan sarjana yang memiliki pengetahuan yang kuat,
memahami bagaimana menjadi warganegara yang baik dan mampu memimpin kehidupan
yang bermakna (Brodjonegoro, S. S., 2003). Salah satu sarana untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter adalah pada kegiatan pembelajaran di kelas, dengan
menjadikannya sebagai satu mata kuliah tersendiri. Dalam menjalankan pendidikan
karakter banyaknya perilaku atau nilai yang dikembangkan bukanlah yang penting,
tetapi yang lebih penting adalah terjadinya pembiasaan yang dapat dilakukan
yang pada akhirnya akan membentuk karakter yang kuat bagi siswa .
B.
Focus Penelitian .
Ruang lingkup penelitian ini ialah tentang :
1.
Bagaimana merubah tingkah laku
menuju pada pembentukan karakter bangsa .
2.
Seberapa peran program pembiasaan dapat memberi kontribusi dalam
pembentukan karakter bangsa .
3.
Indikator apa saja yang mendapat porsi banyak dalam pembentukan karakter
melalui program pembiasaan .
4.
Pembiasaan apa yang paling banyak member kontribusi dalam pembentukan
karakter bangsa terhadap siswa SD Negeri 01 Kragan
5.
Adakah dampak lain dari pemberlakuan program pembiasaan pada perubahan
perilaku siswa sebelum pemberlakuan program pembiasaan dan setelah pemberlakuan
program pembiasaan.
6.
Seberapa besar dukungan dari warga sekolah dan lingkungan dari pemberlakuan program pembisaan ini .
7.
Kompetensi apa saj yang dibutuhkan oleh guru dalm mendukung pelaksanaan
program pembiasaan dalam rangka pembentukan karakter bangsa .
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas , maka peneliti menyusun
beberapa tujuan dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui hakekat pendidikan budaya dan karakter bangsa .
2.
Untuk mendapatkan gambaran tentang cara yang efektif pengimplementasian
pendidikan karakter pada anak sekolah dasar .
3.
Untuk mengetahui
kondisi riel lapangan tentang karakter siswa SD Negeri 01 Kragan Kec.
Gondangrejo Kab. Karanganyar .
4.
Memahami
pendidikan karakter dalam implementasidi pendidikan dasar .
5.
Untuk mengetahui
Faktor – factor apa yang mempengaruhi upaya pembentukan karakter bangsa pada
siswa SD Negeri 01 Kragan Kecamatan Gondangrejo .
6.
Mendapatkan ilustrasi lain tentang metode atau cara
penanaman pendidikan karakter pada siswa sekolah dasar .
7.
Memberi bekal
kompetensi bagi guru selaku suri teladan bagi siswa dalam pembentukan karakter
bangsa .
D.
Manfaat
Penelitian .
Dari hasil penelitian ini peneliti berharap akan
membawa manfaat sebagai berikut :
1.
Manfaat secara
teoritis
a.
Sebagai suatu
karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharpkan dapat kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khusunya dunia pendidikan .
b.
Menambah wawasan
dan pemahaman khusunya tentang pendidikan karakter bangsa pada siswa sekolah
dasar .
c.
Dapat digunakan
sebagai acuan pada suatu kegiatan penelitian yang sejenis pada waktu dan
lembaga yang berbeda .
2.
Manfaat secara
praktis .
a.
Penelitian ini
dapat memberi manfaat bagi dunia pendidikan tentang pendidikan karakter pada
siswa sekolah dasar .
b.
Memberi gambaran
yang jelas tentang implementasi pendidikan karakter yang dpat diterapkan pada
siswa sekolah dasar .
c.
Menberikan
sumbangan pada dunia ilmu pengetahuan tentang metode atau strategi penanaman
pendidikan karakter khusunya pada siswa sekolah dasar .
d.
Dapat sebagai
acuan cara penerapan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan yang lain .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar